Gending Suwe Ora Jamu mengiringi lalu-lalang pengunjung JF3 Food Festival pada pertengahan September lalu.
Pada Rabu sore, 14 September 2022, festival jajanan Kampoeng Tempo Doeloe (KTD) bertajuk “Cerita Rasa Nusantara” itu semarak kedatangan para anak muda hingga keluarga yang ingin memborong jajanan lawas.
Bunting flag alias bendera gantung berpola segitiga aneka rona menambah warna-warni suasana festival yang dihelat di beranda Summarecon Mall Kelapa Gading tersebut.
Panggung berpernak-pernik ditata sedemikian rupa di pojok arena festival.
Di sanalah para musikus, seperti Mocca hingga JKT 48 tampil sebagai pemeriah festival kuliner.
Sudah sejak 9 September, Summarecon Mall Kelapa Gading bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar pameran kuliner.
Sekitar 500 menu kudapan hingga makan berat dari pelbagai daerah dijajakan.
Menyusuri tenan demi tenan, Tempo mendapati aneka kuliner khas Jogja, Solo, Semarang (Jogjlosemar) yang jarang ditemukan di Jakarta.
Salah satunya lupis—yang umumnya ditemukan di pasar-pasar tradisional Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Penyewa tenan, Ningsih, memboyong gerobak lupisnya langsung dari Lempuyangan, Yogyakarta.
Perempuan kelahiran Kota Gudeg itu ingin mengenalkan jajanan pasar yang terbuat dari ketan dan gula merah tersebut kepada anak muda-anak muda Ibu Kota.
“Saya biasa pameran dari bazar ke bazar,” kata Ningsih saat ditemui di Summarecon Mall Kelapa Gading.
Lupis dari Yogyakarta berbentuk bulat panjang seperti lontong.
Penyajiannya menggunakan piring daun pisang.
Di atas lupis itu ditabur parutan kelapa dan gula merah cair.
Kombinasi ketan, kelapa dan gula merah menghasilkan rasa yang seimbang antara manis dan gurih.
Di kota tempat lupis dijajakan, kudapan ini biasa disantap untuk sarapan.
Rasanya yang ringan untuk teman minum teh di pagi hari dianggap cocok bagi penikmatnya untuk mengawali hari atau cemilan tengah.
Di JF3 Food Festival, seporsi lupis dipatok seharga Rp 25 ribu.
Di pameran tersebut, biasanya Ningsih menyetok 50 sampai 100 porsi.
“Selain lupis, kami menjual gatot, getuk, tiwul sampai sawut,” kata dia.
Berjarak tak sampai sepuluh tenan dari lapak milik Ningsih, Lanny turut memboyong makanan khas asal daerah ke pameran kuliner itu.
Lani, yang kesohor dengan kuliner nasi ayamnya, membawa jajanan khas Semarang ke Ibu Kota.
Layaknya nasi ayam khas Semarang, kuliner nasi ayam Lanny menyajikan sepiring nasi putih dengan sayur labu, ayam suwir, telur, disiram kuah aren dan kari.
“Ini mirip-mirip nasi liwet,” kata Moren (30 tahun), pegawai Lanny, saat ditemui di tenannya.
Pelanggan nasi ayam Lanny umumnya orang-orang Semarang yang merantau ke Jakarta dan kangen dengan kuliner khas kota asalnya.
Namun tak sedikit juga warga daerah lain penasaran dengan rasa nasi yang didominasi gurih-manis itu.
Dalam sehari, Lanny bisa menjajakan 100 porsi nasi.
Namun kalau akhir pekan, jumlahnya bertambah menjadi 200 porsi nasi.
“Kalau weekend, pengunjungnya lebih banyak,” kata Moren.
Tak hanya lupis dan nasi ayam Semarang, di pameran ini pengunjung dapat menjumpai aneka kuliner legendaris.
Kepala manyung bu Fat, nasi krawu Bu, empal gentong, srabi Notosuman, nasi goreng kambing, pempek, hingga es krim Ragusa adalah sedikit contoh kuliner yang tersedia di pameran yang berlangsung sampai 9 Oktober 2022 itu.
Festival jajanan Kampung Tempo Doeloe buka setiap hari.
Jam operasi Senin hingga Kamis ialah pukul 16.00-21.00 WIB.
Sedangkan pada Jumat, jam operasinya lebih panjang hingga pukul 22.00 WIB.
Pada Sabtu, Kampung Tempoe Doeloe beroperasi mulai pukul 11.00-22.00 WIB dan Minggu pukul 11.00-22.00 WIB.